Jumaat, 7 Mac 2014

Kelemahan Kepemimpinan SBY yang Harusnya Tak Terulang pada Penggantinya

TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Ketua Repdem (Relawan Pembela Demokrasi) Masinton Pasaribu, berharap siapapun yang terpilih sebagai presiden pada pemilihan presiden 2014 ini, merupakan sosok yang lebih baik dari Presiden Susilo Bambang Yudoyono (SBY).

Ditemui usai mengisi acara "Indonesia PascaSBY," di restoran Bumbu Desa, Cikini, Jakarta Pusat, Minggu (2/3/2014), Masinton mengatakan Indonesia harus dipimpin oleh orang yang punya visi, ideologi dan karakter yang kuat, yang lebih dari sekedar pencitraan.

Ia menilai kepemimpinan SBY tidak punya akar yang kuat. Selain itu SBY menurutnya juga kurang memiliki karakter kepemimpinan.

"Tentu kita harus mencari antitesa dari pemimpin yang mengandalkan citra," katanya.

Calon anggota legislatid (Caleg) dari Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) itu juga mengatakan bahwa Indonesia juga butuh pemimpin Yang berdiri diatas kemajemukan, dan bisa lebih memahami bangsa dan rakyatnya.

"Di tengah kemerosotan kewibawaan, kita butuh pemimpin berkarakter. Pemimpin juga harus dekat dengan rakyat bukan cuma janji palsu," tandasnya.

Saat ditanya soal siapa calon yang sudah ditetapkan PDIP, Masinton menyebut partainya belum memutuskan. Kata dia keputusan untuk menunjuk calon presiden 2014 diserahkan ke ketua umum PDIP, Megawati Sukarnoputri.

PDIP dalam berbagai survei diketahui memeiliki elektabilitas yang cukup baik. Salah satu kadernya, Joko "Jokowi" Widodo juga diketahui merajai elektabilitas survei calon presiden, namun hingga kini baik Megawati belum mengumumkan siapa yang akan maju mewakili partai.

Isnin, 3 Mac 2014

Primadona Baru Politik Indonesia? Siapa dia

TRIBUNNEWS.COM -- Hasil Analisis Terbaru Indonesia Indicator Risma Bakal Jadi Primadona Baru Politik Indonesia? Kebon Sirih, Warta Kota Dalam pergerakan situasi politik di Indonesia yang terus bergerak, muncul nama Tri Rismaharini, wali kota Surabaya, Jawa Timur sebagai salah satu Top Person dalam dunia politik di Indonesia.

Sebuah pencapaian baru atau eforia sesaat? Hal itu disampaikan oleh Direktur Komunikasi Indonesia Indicator Rustika Herlambang pada pengantar rilis hasil analisis media terbaru terhadap pemberitaan media massa atas Tri Rismaharini. Berita-berita yang dianalisis oleh Indonesia Indicator mencakup pemberitaan pada periode 1 Desember 2013 – 27 Februari 2014.

Dipaparkan bahwa eksposur atas Tri Rismaharini, yang akrab dengan panggilan Risma, di media massa semakin kencang meninggalkan figur- figur lain di ranah politik Indonesia. Heboh isu pengunduran dirinya dari kursi Wali kota justru menempatkannya sebagai primadona baru dalam pentas perbincangan politik melebihi eksposur yang dialamatkan padanya karena prestasi-prestasinya selama ini.

"Kemunculan nama Risma menjadi trending topik politik bersaing dengan nama Jokowi, Presiden SBY, serta para kandidat capres Indonesia seperti Prabowo, Aburizal Bakrie, serta Wiranto dalam minggu ini," ujar Rustika.

Menurut Indonesia Indicator, fenomena politik tersebut telah diukur oleh Indonesia Indicator (I2). I2 adalah lembaga riset berbasis piranti lunak Artificial Intelligence (AI) untuk menganalisis indikasi politik, ekonomi, sosial di Indonesia melalui pemberitaan (media mapping).

Monitoring dilakukan secara real time, 24 x 7 x 365, dengan cakupan 337 media online nasional dan daerah dalam waktu dua bulan terakhir, yakni sepanjang 2014. Metode pengumpulan dilakukan oleh perangkat lunak crawler (robot) secara otomatis dengan analisis berbasis AI, semantik, dan text mining. 

Dengan menggunakan trending analysis pemberitaan dengan tema politik secara umum, nama Risma sudah muncul dalam cluster trending sejak sebulan lalu. Pada pertengahan Januari lalu nama Risma masih berada dalam zona pinggiran namun memasuki pertengahan Februari, Risma bergerak secara progresif mendekati Jokowi yang berada dalam zona pusat trending politik.

Bahkan pada 24 Februari, nama Jokowi tidak muncul, namun nama Risma masih terdeteksi menjadi trending politik meski pada saat yang sama media di Indonesia sedang  mengarahkan perhatiannya pada krisis politik di Ukraina yang menempatkan nama Viktor Yanukovych sebagai trending terkuat.

Temuan Indonesia Indicator  ini berasal dari 170 media yang membicarakan masalah politik selama periode 23 Januari - 24 Februari 2014. Begitu juga dalam lingkup yang lebih khusus, yakni pemberitaan mengenai PDIP.

"Meskipun masih kalah kuat dibandingkan Jokowi, nama Risma muncul kuat sebagai trending sejajar dengan jubir PDIP, Tjahjo Kumolo. Bahkan ketika dibandingkan dengan Megawati dan kader PDIP lainnya, nama Risma jauh lebih banyak dibicarakan media," ujat Rustika Herlambang. (Willy Pramudya)

Khamis, 27 Februari 2014

Jokowi Disadap, Ketum Nasdem: Itu Konsekuensi, Harus Siap

Liputan6.com, Jakarta : Baru-baru ini isu penyadapan terhadap Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo yang akrab disapa Jokowi itu merebak ketika ia mengakui ditemukan 3 alat sadap di rumah dinasnya.

Menanggapi hal itu, Ketua Umum Partai Nasional Demokrat Surya Paloh mengatakan konsekuensi penyadapan dan hal buruk lain yang mungkin terjadi, harus siap dihadapi kalangan politisi di tahun politik ini. Terutama bagi mereka yang dinilai berpotensi memberi pengaruh besar terhadap masyarakat.

"Konsekuensi penyadapan bisa terjadi. Apakah Mas Jokowi, Ibu Mega, atau saya sendiri ya harus siap," ujar Paloh usai memimpin Apel Siaga Perubahan Partai Nasdem di Stadion GBK, Senayan, Jakarta, Minggu (23/2/2014).

Menurut Paloh partai politik Indonesia terbiasa berkompetisi dalam persaingan tidak sehat. Penyadapan tersebut bagi pihaknya cukup mengecewakan. Namun ia kembali menegaskan, ketika terjun dalam pemerintahan maupun dunia politik berbagai konsekuensi, baik dan buruk harus siap ditanggung.

"Konsekuensi begitu harus siap kita hadapi. Tapi saya kan bukan penguasa atau aparat pemerintah, antisipasi tidak ada. Lagipula kita (Nasdem) kan juga tidak melakukan sesuatu yang menambah suasana jadi keruh. Baik ucapan atau tindakan," pungkas Paloh
Sementara Wakil Ketua Majelis Tinggi Partai Demokrat Marzuki Alie menilai, kabar penyadapan yang terjadi di rumah dinas Jokowi hanyalah pengalihan isu. Sebab, kabar penyadapan tersebut baru digulirkan baru-baru ini, meski penyadapan telah diketahui sejak Desember 2013.

"Beliau (Jokowi) itu kan sedang diserang orang. Jadi isu (penyadapan) pengalihan isu," kata Marzuki.

Sekjen PDIP Tjahjo Kumolo sebelumnya juga menyatakan, Jokowi telah melaporkan kasus dugaan penyadapan itu kepada kepolisian. (Alv/Rmn)

Isnin, 24 Februari 2014

Liputan6.com, Jakarta : Wacana memasangkan Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo dan mantan wakil Presiden Jusuf Kalla pada Pilpres 2014 semakin santer. Bahkan berdasarkan survei Pusat Data Bersatu (PDB), Jokowi-JK alias `Jk-JK` merupakan pasangan capres paling ideal.
Siapkah bila Jokowi dipasangkan dengan JK? "Gimana ya? Kamu tanya saja sana sama Pak JK," ujar Jokowi di salah satu rumah makan di kawasan Tebet, Jakarta Selatan, Minggu, (23/2/2014
Saat ditanya pertanyaan apa yang mesti ditanyakan oleh JK, Jokowi tak menjawab. Lagi-lagi, politisi PDIP ini mengaku dirinya saat ini ingin fokus mengatasi permasalahan banjir yang hingga saat ini masih menggenangi Jakarta.

"Pertanyaan apa? Lah wong saya ini masih sibuk urusin jalan yang berlubang. Masih urus macet, urus banjir," kata Jokowi.
Lalu, sambil berguyon, Jokowi mengeluarkan celetukan agar jangan bertanya persoalan jalan rusak kepada JK. "Awas loh ya, kalau ke Pak JK jangan tanya jalan rusak, jalan rusak tugasnya Dinas PU (Pekerjaan Umum)," tandas Jokowi.
Berdasarkan hasil survei PDB yang dilakukan pada 7-10 Februari 2014 itu, pasangan Jokowi-JK mendapat suara 22,3%, sedangkan Megawati-Jokowi memperoleh 8,1% atau berada pada urutan ketiga. Urutan keduanya yaitu Prabowo Subianto-Hatta Rajasa (10,2%).
Selain itu, hasil survei yang dirilis pada Jumat 21 Februari ini juga memunculkan duet Jokowi-Hatta Rajasa (6,8%), Dahlan Iskan-Chairul Tanjung (5,7%), Jokowi-Puan Maharani (4,9%), dan Aburizal Bakrie-Mahfud MD (2,8%). (Riz/Ism)

Khamis, 13 Februari 2014

Siti Zuhro: Gita Wirjawan seperti kutu loncat, tak sabaran

Keputusan pengunduran diri Gita Wirjawan dari jabatannya sebagai Menteri Perdagangan demi fokus pada konvensi Capres Demokrat dinilai sebagai sikap kutu loncat.

Bahkan, Gita Wirjawan dinilai tak memiliki kesabaran sebagai seorang pemimpin besar dalam meraih posisinya. Penilaian ini dilontarkan Peneliti Senior Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Siti Zuhro.
“Kita lihat dan pelajari pemimpin terdahulu seperti Bung Karno, Pak Harto, Pak Habibie dan Bu Mega. Semuanya puluhan tahun mewarnai civil society kita. Jadi tidak bisa lompat-lompat,” kata Siti Zuhro saat berbincang dengan LICOM, kemarin.

Siti Zuhro juga mengatakan, langkah pengunduran diri Gita Wirjawan sebagai Menteri Perdagangan melahirkan blunder politik pada dirinya.

Menurut Siti Zuhro, Gita Wirjawan dianggap terlalu ceroboh menanggalkan jabatan menterinya. Padahal, untuk menjadi seorang pemimpin tertinggi Indonesia diperlukan kesabaran dalam proses menempa diri.

Lebih jauh Siti Zuhro menambahkan, pengunduran diri Gita Wirjawan hanya membuat masyarakat kian ragu dalam menentukan elektabilitas dan kapabilitasnya sebagai calon pemimpin nasional.

Apalagi, Kementerian Perdagangan saat ini tengah mendapat sorotan masyarakat akibat persoalan impor beras Vietnam. “Ini bukan Pemilu untuk Ketua RT, ini untuk RI. Tidak bisa lompat-lompat,” tandas Siti Zuhro.

Selain itu, Siti Zuhro juga membeberkan, sosok Gita Wirjawan hingga kini masih belum dikenal secara baik oleh masyarakat lapis bawah. Sehingga, langkah pengunduran diri Gita Wirjawan dinilai sebagai sikap percaya diri yang berlebihan.

“Harus diingat, 60 persen masyarakat di daerah tidak kenal Gita dan dia tidak pernah menjamah itu. Kalau elite, dunia bisnis, dunia perdagangan, internasional dan ekonomi mungkin kenal. Tapi ini Pemilu yang melibatkan suara masyarakat dari Sabang sampai Merauke, itu yang saya ragu,” pungkasnya.@firdausi

Isnin, 10 Februari 2014

Dino: Jokowi salah satu tokoh reformis di dunia politik Indonesia

LENSAINDONESIA.COM: Salah satu peserta Konvensi Calon Presiden (Capres) Partai Demokrat, Dino Patti Djalal, menemui Gubenur DKI Jakarta Joko Widodo (Jokowi), secara tertutup.

Dosen dan Pembantu Dekan 3 Fisip Universitas Andalas Padang, Asrinaldi mengatakan, pertemuan Dino dan Jokowi. Dalam kontek politik sangatlah Wajar, dan dapat dikatakan sebagai pertemuan yang bernuasa Politik.

Baca juga: Warga DKI Jakarta tak ikhlas Jokowi nyapres dan Tim audit survei pantau hasil debat Konvensi Capres Demokrat

“Jelas, ditahun politik 2014 ini, tidak mungkin silahturahmi biasa, ini peluang-peluang untuk berbagi informasi politik dan peluang dalam kontek pemilu 2014,” kata Asrinaldi, saat berbincang dengan Licom, di Jakarta, Jum’at (17/01/14).

Menurut peneliti Mika Research Centre ini, bisa orang melihat dari aspek yang pertama, survei Jokowi lebih tinggi, bisa menutup kelemahan masing-masing, bahwa menyadari Dino punya kelebihan, misalnya kelebihan A dan jokowi punya kelebihan B, bisa lebih bagus untuk dipadukan dengan mereka.

“Sangat berjalan dengan dua tokoh muda, kedua tokoh punya peluang dalam kontek Capres tahun 2014, adalah tahun politik. Pertemuan Dino dengan jokowi sangatlah wajar dalam kontek politik,” tandasnya.

Lebih lanjut ia mengatakan, Dino adalah tokoh yang berpengalaman di dunia internasional, bila dinegosiasikan dan digabungkan dengan ketokohan Jokowi, sama-sama tokoh muda yang progresif, dan dari segi usia masih sama-sama muda.

“Intinya mereka cocok, untuk membangun bangsa ini, karena kita sudah lama menginginkan bangsa ini ada perubahan, dengan orang berpikir positif, pada tokoh muda, dan mereka progres pasangan yang wajar,” ungkapnya.

Sementara itu, Dino sendiri mengomentari pertemuan tersebut sebagai pertemuan sambung rasa dan saling berdiskusi satu sama lainnya.

“Ini pertemuan sambung rasa dan saling berdiskusi. Saya kan orang baru di politik dan Pak Jokowi orang baru dan sukses, jadi kita berdiskusi saja, bagaimana cara berpolitik yang baik dan bersih. Bagaimana bisa sambung rasa dengan rakyat dan bagaimana melayani rakyat,” terang Dino di Balaikota DKI Jakarta, Jumat (17/01/14).

Mantan Duta Besar Indonesia untuk Amerika Serikat itu menganggap Jokowi sebagai salah satu tokoh reformis dalam dunia politik di Indonesia. Karena itu, dia merasa sebagai salah satu peserta konvensi Capres Demokrat harus banyak berdiskusi dengan Jokowi.

“Saya dari dulu kan memandang Pak Jokowi sebagai tokoh reformis di Indonesia dan saya selalu berpandangan bahwa semua tokoh reformis, dari jalur apapun harus selalu bersilaturahmi. Bukan hanya saling kenal, tapi harus saling kompak,” jelas Dino. @endang

Khamis, 6 Februari 2014

DDII: Masjid Tetap Harus Netral dari Politik Praktis



REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Dakwah Islam Indonesia (DDII) menungkapkan masjid sebagai tempat ibadah umat Islam harus tetap menjaga netralitasnya dari kepentingan politik praktis.

Akan tetapi DDII menyambut upaya beberapa pihak yang mengembalikan fungsi masjid tidak sebagai tempat ibadah semata.

Ketua DDII, Syuhada Bahri mengatakan posisi masjid tetap harus netral, tapi ini bukan berarti masjid tidak bisa memberikan peran politik yang lebih besar kepada masyarakat.

"Masjid harus bisa memberikan solusi kehidupan umat mulai dari masalah keagamaan hingga politik, tapi masjid bukan sarana untuk politik praktis," ujar Syuhada kepada Republika, Rabu (15/1).

Syuhada mengungkapkan DDII mengapresiasi langkah yang telah diambil beberapa Ulama, seperti KH. Cholil Ridwan mengadakan pengajian politik Islam di masjid Al Azhar.

Ia menilai langkah ini upaya memfungsikan kembali peran politik masjid seperti zaman Nabi. Langkah ini dinilai dia, adalah usaha untuk memberikan pemahaman peran politik umat.

Ia mengungkapkan, dalam Islam memilih pemimpin adalah tanggung jawab yang harus dilakukan demi kepentingan umat.

Dengan demikian, kata Syuhada, umat harus memiliki pemahaman yang benar bagaimana memilih pemimpin yang benar sesuai ajaran Islam. "Adanya kajian politik Islam ini, umat dicerdaskan mencari pemimpin yang berkualitas."

Dengan demikian, ia menjelaskan, fungsi masjid menjadi lebih luas seperti yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, masjid sebagai madrasah mencerdaskan masyarakat.

Tetapi ia kembali mengingatkan, untuk saat ini posisi seperti ini sangat rentan disalahgunakan. Karenanya ia tetap mengingatkan masjid tetap harus netral dari kampanye politik praktis agar tidak menciderai umat Islam secara luas.

Pengajian Politik Islam adalah pengajian lintas partai politik, ormas Islam, madzhab dan aliran, yang dilaksanakan di Masjid Agung Al Azhar, Masjid Al Furqan Kramat Raya 45, Perguruan Assyafiiyah dan Pesantren Husnayain.

Menurut penggagas KH. Ahmad Cholil Ridwan, pengajian ini merupakan sarana silatul ukhuwwah demi persatuan dan kejayaan umat, ulama dan zuama, khususnya dalam kebersamaan melihat sisi politik sebenarnya dengan kacamata Islam.

Cholil berharap kegiatan ini dapat memberikan pencerahan politik yang Islami guna mendukung komunitas pengajian nasional lain yang sudah ada dan tetap menjalankan fungsinya sebagai wadah tempat menuntut ilmu keagamaan nonformal.