Jumaat, 31 Januari 2014

Setya Novanto Ditegur Hakim

Politikindonesia - Anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Setya Novanto ditegur Majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Pekanbaru. Ia dinilai hakim memberikan penjelasan yang berbelit-belit saat bersaksi untuk terdakwa kasus korupsi PON Riau, Rusli Zainal. Hakim dibuat bingung oleh penjelasan Setya dan menegur Ketua Fraksi Golkar DPR itu.

Hal itu terjadi saat jaksa menanyakan soal pertemuan Setya dengan mantan Gubernur Riau Rusli Zainal  dan mantan Kadispora Riau Lukman Abbas di ruang kerjanya di Gedung DPR. Setya selalu menjawab urusan pertemuan itu terkait masalah internal Golkar.


“Beginilah. Saya ini bingung menyaksikan keterangan saudara saksi menjawab pertanyaan jaksa. Sidang ini soal kasus suap PON, jawaban saksi dari soal undangan Golkar. Jadi tak nyambung, bingung saya," ujar Ketua Majelis Hakim Bachtiar Sitompul dalam persidangan, Kamis (30/1/2014).

Hakim sempat bertanya kepada Lukman Abbas yang juga menjadi saksi di persidangan itu. Hakim bertanya apakah dalam pertemuan di ruangan Setya Novanto terdakwa Rusli memaparkan soal PON. “Ada yang mulai. Pak Gubernur saat itu memaparkan soal PON," ujar Lukman.

Mendengar jawaban ini, hakim kembali berkomentar. “Kalau ada pemaparan soal PON, tapi saksi ini seakan tidak tahu soal PON. Aneh ini. Kok masalah Golkar yang dijawab bukan soal PON. Berarti ada kebohongan dalam kasus ini. Ada yang disembunyikan," tegas Ketua Majelis Hakim.

Tak puas atas keterangan Setya Novanto, hakim anggota I Ketut Suarta juga ikut berkomentar dan menasehati Setya. “Saudara saksi, saya juga bingung sebagaimana ketua majelis. Ini sidang korupsi PON, bukan soal internal Golkar," ujar Ketut.

Ia kemudian meminta Setya untuk lebih rilek dan santai. “Saya minta saksi santai saja ya. Jangan tegang, santai sajalah," ujar.

Ketut meneruskan kata-katanya, “Benang merah dalam kasus ini adalah, saudara terdakwa menghadap saksi karena sebagai Ketua Fraksi Golkar. Dimana terdakwa meminta bantuan untuk penambahan dana PON. Jadi bertemu saudara saksi itukan bukan urusan internal Golkar," ujar hakim.

“Tapi kok dari tadi saksi menyebut tidak tahu soal PON. Saya saja di kampung halaman tahu ada PON di Riau, waktu saya belum tugas di sini. Inikan acara nasional. Jadi aneh kalau saksi tak tahu ada PON di Riau," ujar Ketut.
(ron/rin/kap)

Khamis, 30 Januari 2014

Menurut Adnan Buyung: KPK Harus Periksa Ibas

Jakarta, Aktual.co — Adnan Buyung Nasution, salah satu penasihat hukum Anas Urbaningrum menilai jika layak dan sudah seharusnya Edhie Baskoro Yudhoyono (Ibas) dimintai keterangannya oleh tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Pasalnya, nama putra bungsu Presiden Susilo Bambang Yudhoyono itu kerap disebut dalam sejumlah sidang di Pengadilan Negeri Tipikor.

"Saya kira kalau berpegang cara KPK, siapapun disebut di sidang pengadilan, dianggap terlibat, ya harusnya dipanggil. Paling tidak untuk menjernihkan masalah," ucap Adnan saat akan mendampingi kliennya yang diperiksa sebagai tersangka, di pelataran kantor KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (29/1).

Advokat senior ini mengatakan, KPK harus berani tegas. Kalau memang Ibas tidak bersalah, maka KPK harus bisa menjelaskan tidak ada bukti yang kuat keterlibatan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Partai Demokrat tersebut.

"Kalau tidak, rumor atau gosip ini bisa berkembang terus," sarannya.

Ia pun menerka, jika saat ini KPK seakan-akan menunggu waktu atau momen tertentu untuk melakukan pemeriksaan terhadap Ibas.

"Mau nunggu sampai berakhir masa jabatan presiden? Hukum tidak bisa tegak kalau masih berkuasa? Nggak boleh begitu. KPK takut? Jangan seperti itu," pungkasnya.

KPK sendiri saat ini tengah menelusuri kasus dugaan korupsi proyek Hambalang yang dananya mengalir ke Kongres Partai Demokrat 2010 lalu di Bandung, Jawa Barat. Terkait itu, sejumlah politisi partai bentukan Presiden SBY itu telah diperiksa oleh KPK, bahkan beberapa di antaranya sudah ditetapkan sebagai tersangka lalu ditahan.

Ibas yang saat Kongres Demokrat itu menjadi Steering Committee (SC) belum pernah diperiksa KPK sekalipun. Baik menjadi saksi maupun sekadar dimintai keterangannya.


Rabu, 29 Januari 2014

Analisis Politik: Indonesia Raya

KOMPAS.com - DI akhir acara yang dipandunya, Najwa Shihab bertanya kepada Megawati Soekarnoputri mengenai keinginan, cita-cita, dan mata hatinya. Dengan menahan air mata, Megawati menjawab, ”Indonesia Raya.” Saya tertegun mendengar itu.

Anda boleh tidak setuju dengan pendapat penulis. Kini, sulit sekali mencari pemimpin politik seperti Megawati. Selain kaya pengalaman dan matang secara politik, dia juga meletakkan seluruh hatinya untuk Republik. Sejujurnya, saya tidak tahu siapa di antara para kandidat presiden yang sudah mendeklarasikan diri untuk maju pada Pemilu 2014 yang akan menjawab dengan spontan ”Indonesia Raya” jika kepada mereka ditanyakan cita-citanya.

SET Sukardi Rinakit
Oleh karena itu, siapa pun yang dekat dengan Megawati, sama seperti siapa pun yang dulu dekat dengan ketiga bung besar (Bung Karno, Bung Hatta, dan Bung Sjahrir), sejauh ia mau membuka diri dan mata hati, maka transfer pemikiran, cita-cita, sikap politik, dan ideologi kebangsaan otomatis terjadi. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo, misalnya, merupakan salah satu contoh dalam cakupan ini. Pada sosok seperti dia, harapan tentang kesejahteraan rakyat bisa diletakkan.

Indonesia yang dangkal

Sulitnya mencari elite di Tanah Air yang dengan tulus berkehendak mewujudkan Indonesia Raya menunjukkan bahwa Indonesia saat ini adalah Indonesia yang dangkal. Ini terjadi hampir di semua lini kehidupan berbangsa dan bernegara.

Pada tingkat partai politik, misalnya, mudah sekali elite partai mengubah kesepakatan yang sudah dilontarkan kepada publik. Sebagai contoh adalah Partai Demokrat. Sejak awal penyelenggaraan konvensi, mereka menyatakan bahwa pemenang konvensi calon presiden dari partai itu akan ditentukan oleh dua variabel, yaitu hasil jajak pendapat tiga lembaga survei yang mereka kontrak dan pertimbangan Majelis Tinggi Partai Demokrat yang diketuai Presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Namun, tiba-tiba ada pernyataan dari salah seorang petinggi partai bahwa apabila hasil jajak pendapat ketiga lembaga independen itu berbeda satu dan yang lain, akan diabaikan dan dipergunakan mekanisme yang lain. Mudah ditebak, mekanisme tersebut tentu bermuara pada hak istimewa Majelis Tinggi, dalam hal ini pertimbangan mutlak SBY.

Dilihat sekilas, tidak ada yang salah dari rencana partai itu untuk mengabaikan hasil survei tersebut. Namun, sulit untuk tidak mengatakan bahwa langkah politik semacam itu adalah dangkal. Politik hanya dilihat sebatas perebutan kekuasaan dengan cara memunculkan kandidat presiden yang secara subyektif mereka pilih. Politik tidak mereka lihat sebagai sesuatu yang lebih bernyawa, yaitu seni mempergunakan kekuasaan demi kepentingan umum.

Praktik politik dangkal tersebut, apabila dijalankan, dipastikan akan semakin memerosotkan dukungan masyarakat terhadap Partai Demokrat. Selain itu, juga berpotensi memunculkan musuh-musuh baru, terutama dari para peserta konvensi karena merasa keputusan Majelis Tinggi tidak adil. Ini belum lagi jika manuver Anas Urbaningrum dan para loyalisnya ikut diperhitungkan.

Situasi politik seperti itu tidaklah sederhana. Demokrasi dangkal (prosedural) yang berlaku selama ini menyimpan keputusasaan publik dan bara konflik. Rakyat yang secara umum kecewa kepada partai, pejabat publik, dan birokrasi yang miskin akuntabilitas akhirnya terpaksa berperilaku tidak demokratis. Mereka bersandar pada ikatan-ikatan primordial.

Seperti dicatat oleh Michael Johnston, mereka akan memilih politisi yang berasal dari daerah sendiri. Meskipun dari segi kualitas dan kapabilitas kepemimpinan rendah, politisi tersebut diharapkan akan sedikit memperhatikan tanah kelahirannya. Maka, kalau dia kalah, kecurigaan terjadinya kecurangan dan politik transaksional dari oponen cepat menyebar dan memanaskan suhu politik.

Kedangkalan politik tersebut ketika bertemu dengan budaya pop yang berkembang secara ekstrem dalam satu dekade terakhir maka yang terjadi adalah penguatan pencitraan dan pragmatisme. Selain itu, seperti dinyatakan Hayono Isman dalam kuliah umum yang diselenggarakan Soegeng Sarjadi Syndicate, Kamis (9/1), pragmatisme politik tersebut telah mengikis gotong royong sebagai jiwa bangsa. Karena itu, gerakan nasional untuk menghidupkannya mutlak diperlukan dan dimotori oleh kepemimpinan nasional.

Dengan demikian, kerja politik tidak terjebak pada pencitraan yang ditandai dominasi rapat dan bincang-bincang politik elite, seperti yang selama ini berlangsung. Jika hal itu terus berlaku, ranah politik akan sering terguncang oleh simpang siur pernyataan para menteri, presiden, dan pejabat publik lain tanpa mereka sendiri tahu kebatinan publik sebenarnya.

Tujuan bernegara

Secara teoretis, kedangkalan politik di Tanah Air bisa dibalik menjadi kebajikan politik masif. Di sini yang diperlukan adalah contoh hidup dan ketokohan sehingga optimisme publik bangkit. Tokoh yang sudah digembleng ideologi dan cita-cita mewujudkan Indonesia Raya adalah simbol yang tepat untuk itu.

Secara prediktif dia akan konsisten mempergunakan kekuatan negara untuk melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, meningkatkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa, serta ikut serta dalam perdamaian dunia yang berdasarkan kemerdekaan abadi dan keadilan sosial. Itulah Indonesia Raya!

SUKARDI RINAKIT,  Pendiri Soegeng Sarjadi Syndicate dan Kaliaren Foundation

Selasa, 28 Januari 2014

Karena selingkuh hakim ahirnya di nonaktifkan

Politikindonesia - Masih ingat dengan hakim Pengadilan Negeri (PN) Jombang, Vica Natalia yang dipecat oleh Majelis Kehormatan Hakim 6 November 2013 lalu, karena berselingkuh lebih dari satu laki-laki. Siapa sangka, Vica ternyata masih mengadili perkara di PN Jombang, Jawa Timur.

Penelusuran dari jadwal sidang yang dipublikan website resmi PN Jombang, Vita masih menjadi anggota Majelis hakim pada sejumlah kasus yang ditangani pengadilan tersebut. Bahkan dalam kurun November 2013 hingga Januari 2014, setidaknya ada 4 kasus pidana ataupun perdata dimana Vica menjadi anggota majelis hakimnya.

Menanggapi kasus ini, Komisioner Komisi Yudisial (KY) bidang hubungan antar lembaga, Imam Anshori Saleh kepada pers mengatakan, memang secara aturannya, sebelum menerima SK Pemberhentian, Vica masih tetap sebagai hakim. “Tetapi mestinya Mahkamah Agung (MA) segera menonaktifkan dia begitu sudah dijatuhi sanksi," ujar Imam.

Imam menilai hal seperti ini sangat berpengaruh terhadap citra dan kewibawaan pengadilan. “Kan tidak lucu hakim bermasalah dan sudah dinyatakan bermasalah tapi masih mengadili perkara. Apa kata dunia,” ujar Imam.

Dari penelusuran, ada beberapa kasus yang telah diputuskan PN Jombang dimana Vica ikut sebagai anggota majelis hakimnya pasca pemecatannya oleh majelis kehormatan, 6 November 2013 lalu:

Diantaranya, kasus Pertambangan dengan terdakwa:Mufik Al Mufid yang divonis 20 November 2013 lalu.  Kasus Perampokan dengan terdakwa: Edi Swiknyo, dengan vonis: 1 tahun 10 bulan penjara pada 5 Desember 2013.  Kasus Perjudian dengan terdakwa Sukadi dengan vonis: 5 bulan penjara pada 15 Januari 2014. Kasus Obat Terlarang dengan terdakwa: Muklis Dwi Saputra dengan vonis 8 bulan penjara pada 20 Januari 2014 lalu.
(zel/rin/kap)

Isnin, 27 Januari 2014

Tangisan Misterius Atut Chosiyah

Seseorang yang meninggal dunia tentu meninggalkan kesedihan,terutama bagi orang yang memang merasa sangat dekat dengan kehidupan orang tersebut selama hidupnya. Tak terkecuali politikus dan suami Gubernur Banten yang akhir-akhir ini diberitakan cukup kontroversial dalam sisi kehidupannya,yaitu Hikmat Tomet,suami Atut Chosiyah.

Sebelum Hikmat Tomet meninggal dunia,banyak berita miring perihal dirinya dan yang menyangkut sepak terjang isterinya,Atut Chosiyah. Disebutkan salah satunya adalah Atut melabrak seorang wanita yang diduga selingkuhan Hikmat Tomet di sebuah hotel ; Kemudian juga ramai diberitakan di media sosial bahwa Atut Chosiyah pun punya “brondong” untuk membalas perselingkuhan suaminya . Apakah berita tersebut benar adanya,tentu saja hanya mereka dan Tuhan yang tahu.

Tetapi bagaimana dengan sikap publik yang sudah merasa yakin mengetahui perihal “prahara” rumah tangga Atut Chosiyah…? Tentu saja inilah yang menarik perhatian publik tatkala Atut Chosiyah begitu mengekspresikan kesedihannya melalui tangisan-tangisan yang “misterius” menurut kacamata masyarakat. Ketika jenazah sang suami masuk keranda dan liang lahat,Atut Chosiyah menangis dan beritanya pun dibuat seolah kesedihan isteri Hikmat Tomet ini memberi sinyal bahwa sang isteri sangat merasa terpukul dan kehilangan atas kepergian suaminya. Rasa terpukul dan kehilangan tentu saja menandakan bahwa dirinya sangat sayang dan cinta,sehingga memberi kesan bahwa tidak mungkin seorang Atut selingkuh atau kawin lagi,dsb.

Tak ayal,tangisan Atut Chosiyah menjadi gosip dan beragam komentar bermunculan menanggapi tangisan “misterius” Atut Chosiyah.

Bagi kebanyakan politikus terkenal,menyewa seorang konsultan yang mengajari bahasa tubuh untuk menarik publik adalah hal biasa. Berita tentang SBY yang menyewa konsultan untuk mengajarkan bahasa tubuh dan gerak tangan ketika SBY berpidato sudah terungkap,apalagi yang hartanya berjibun seperti Atut Chosiyah. Barangkali lembaga-lembaga seperti John Robert Powel yang mengajarkan “kepribadian” seseorang agar tampil lebih memikat sangat laku dan diminati oleh para politikus,tak terkecuali konsultan politik yang sekarang berupaya klien-nya mendapatkan simpati luar biasa dari masyarakat.

Politik pencitraan memang sedang marak menjelang Pemilu 2014,sampai seseorang yang meninggal dan seharusnya juga sama derajatnya dengan orang kebanyakan ketika meninggal dunia harus diberitakan sangat berlebihan,melebihi seorang Ketua MPR RI,Taufik Kiemas ketika meninggal dunia. Padahal Hikmat Tomet cuman seorang anggota DPR RI dari Komisi V yang namanya nyaris tak terdengar sebelum kasus dugaan korupsi keluarga Atut Chosiyah menyeruak. Barangkali oleh karena itulah yang menyebabkan tangisan Atut Chosiyah dianggap sebagai tangisan “misterius”……..Tangisan antara kebenaran dan kepura-puraan. Namanya saja politikus……

Mudah-mudahan tangisan Atut Chosiyah seperti halnya tangisan isteri Ustadz Uje yang merasa terpukul kehilangan suaminya yang sangat dicintai oleh dirinya dan masyarakat. Kita lihat saja episode kehidupan berikutnya dari seorang Atut Chosiyah……..